MENGULAS TULISAN KARUHUN TERKAIT "SRI BADUGA MAHARAJA"

 Sri Baduga Maharaja merupakan raja terbesar dan terakhir Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran. Raja yang kemudian dikenal dengan nama Prabu Siliwangi, karena kebesarannya sangat melegenda dan di mitoskan sebagian masyarakat Sunda sampai saat ini. 




Nama Pakuan Pajajaran.

Mengenai nama dan keberadaan "Pakuan Pajajaran" terdapat dibeberapa sumber yang memuat nama Pakuan Pajajaran bisa dikategorikan Otentik, Orisinal dan sejaman. ada lima lembar prasasti tembaga (dari Desa Kabantenan, Bekasi, dikumpulkan oleh Raden Saleh) dan prasasti batu yang ada dilingkungan Batutulis Bogor, prasasti Kabantenan yang lima itu memuat tiga hal , dua lembar berupa piteket dan tiga lembar dengan sakakala (Danasasmita, 2003 : 44 - 45) yang berbunyi sebagai berikut : 

Piteket I : 
"Pun , ini piteket nu sebu ka Pajajaran"

Piteket II : 
"Pun, ini piteket Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Sri Sang Ratu Dewata"

Sakakala :
"Ong Agwinam astu,nihan sakakala Rahyang Niskala Wastu Kencana, maka nguni ka Susuhunan di Pakuan Pajajaran pun"

Prasasti Batutulis :
"Wangna pun, ini sakakala, Prebu Ratu purane pun, diwastu diya wingaran Prebu Guru Dewataprana diwastu diya dingaran  Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata pun ya nu nyusuk na Pakwan.." 
(Ini tanda peringatan Prabu Ratu Almarhum, dilantik beliau memakai nama Prabu Guru Dewataprana, dilantik (lagi) dengan nama Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata).

Sumber lain yang menjadi petunjuk keberadaan PAkuan Pajajaran antara lain :

1. Carita Parahyangan :
"Sang Susuktunggal, inyana nu nyieunna palangka sriman sriwacana Sri Baduga Maharajadiraja Ratu Haji di Pakwan Pajajaran, nu mikadatwan Sri Bima (P) unta (Na) rajana Madura Suradipati, inyana Pakwan Sanghyang Sri Ratu Dewata"
(Sang Susuktunggal, yaitu yang membuat tempat duduk bagi yang masyhur keindahan gelarnya Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran ,yang tinggal di kedaton Sri Bima PuntaNarayana Madura Suradipati, yaitu Pakuan Sanghyang Sri Ratudewata).

2. Naskah Lontar MSA,  Naskah Lontar (sebetulnya nipah) ditemukan di Kabuyutan Ciburuy oleh Brandes, Naskah ini disebut juga Naskah MSA.
"Awignamastu, Nihan tembey sasakala Rahyang Banga masa siya nyusuk na Pakwan"
(Semoga Selamat, Begini Permulaannya peringatan Rahyang Banga waktu beliau Nyusuk Pakwan)


3. Prasasti Kabantenan I :
"Pun ini piteket Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Sri Sang Ratudewata"


4. Prasasti Kabantenan II:
"Pun ini piteket Sri Baduga  Maharaja Ratu Haji di Pakuan Sri Sang Ratudewata"

5. Piagem Kabantenan V:
"Pun, ini piteket nu seba ka Pajajaran , miteketan kabuyutan di Sunda Sembawa"

Dari beberapa sumber diatas nama Pakuan Pajajaran digunakan untuk identitas yang sama,dengan demikian Pakuan Pajajaran sebagai nama diri atau nama identitas eksistensinya dapat dipercaya secara historis.
Hampir dipastikan semua menunjuk pada nama pusat kerajaan atau ibukota, kerajaan nya sendiri dikenal dengan nama Kerajaan Sunda, nama inilah yang digunakan terutama oleh "orang luar" ketika menyebut kerajaan yang ada di Tatar Sunda.
Namun demikian , harus diakui tidak jarang nama kerajaan lebih dikenal melalui nama ibukotanya. Dalam hal ini , istilah " Kerajaan Pajajaran" berarti kerajaan Sunda yang ibukotanya bernama "Pajajaran" bahwa nama keraton yang kemudian berkembang meluas menjadi nama ibukota dan nama kerajaan adalah hal yang biasa. Sebagai contoh dalam prasasti Putih di Lampung , Kesultanan Banten dinamakan "Nagara Surasowan" , padahal Surasowan itu nama keraton Banten,  Saunggalah adalah nama keraton, tapi kemudian menjadi nama ibukota. Yogyakarta pun sebenarnya nama keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, tapi kemudian  menjadi populer sebagai nama Kesultanan/Kerajaan
Dengan demikian melalui konstruksi bernalar waras seperti itu Kerajaan Pajajaran sebagai sebuah eksistensi dan bisa diakui keberadaannya secara historis.

Asal Usul dan arti kata Pakuan Pajajaran sendiri terdapat banyak versi dan pendapat.

1. Menghubungkan kata Pakwan dengan kata Paku (sejenis pohon, cycas circinalis)
sedangkan kata pajajaran diartikan sebgai tempat yang berjajar. Pakuan Pajajaran diartikan sebagi tempat dengan pohon paku yang berjajar.

2. Menghubungkan kata pakwan dengan kata kuwu. Dengan menunjukan bukti bahwa sebutan sebutan pakuwuan dan kuwu terdpat dalam Nagarakertagama.

3. Kata Pakwan berasal dari kata paku (pasak). Kata Paku dapat dihubungkan dengan Lingga kerajaan yang terletak di samping Prasasti Batutulis. Paku (Lingga) berarti pusat atau Poros dunia serta sangat erat hubungannya dengan kedudukan Raja sebagi Pusat Jagad.

4. Kata Pakuan Pajajaran berarti "Keraton yang Berjajar" dikatakan "Berjajar" karena jumlah bangunan keratonnya ada liama yang masing-masing diberi nama : Bima, Punta, Narayana, Madura, dan Suradipati.

Kerajaan Sunda merupakan kerajaan yang berbentuk "Federal" yang membawahi kerajaan-kerajaan kecil yang dipimpin oleh Raja-raja "kecil".
Di antaranya adalah Sangiang, Saunggalah, Sindangkasih, Banten, Cirebon, Galuh, Kawali, dan Pakuan.
Hanya tiga kerajaan yang disebut terakhir inilah yang pernah menjadi pusat atau ibukota Kerajaan Sunda. Pusat atau Ibukota Kerajaan Sunda memang berpindah pindah.

Mengenai Kerajaan Pakuan Pajajaran sendiri sudah berdiri sejak awal abad ke-8, Pendirinya adalah Maharaja Tarusbawa (identik dengan nama Tohaan di Sunda).


Kehidupan Sri Baduga Maharaja

Sri Baduga Maharaja sebagi tokoh sejarah banyak disebutkan dalam beragam sumber, mulai dari cerita turun temurun dari mulut ke mulut, tulisan, hingga terpatri dalam prasasti. Dengan demikian keberadaan Sri Baduga Maharaja tak perlu diragukan lagi. Sejarah kehidupan Beliau tidak sekedar "ada" tapi merupakan sosok yang Pinunjul Raja terbesar di antara raja-raja Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran. Prestasi beliau dalam berbagai bidang disebutkan dalam banyak naskah dan kajian-kajian.
Prabu Siliwangi adalah nama julukan untuk Sri Baduga Maharaja, karena kebesaran dan prestasi beliau, tidak heran jika ketokohan Sri Baduga Maharaja begitu melegenda dan banyak di mitoskan.
Sebelum nama Sri Baduga Maharaja dilekatkan pada Raja Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran. beliau memiliki beberapa nama : Prabu Jayadewata, Ratudewata, dan Prabu Guru Dewataprana. Nama Sri Baduga Maharaja diberikan ketika beliau dilantik jadi Raja Agung Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran. Nama lengkap beliau adalah Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakuan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata. Hal tersebut diabadikan pada Prasasti Batutulis.

Sri Baduga Maharaja sejak kecil ada dalam asuhan Niskala Wastu Kancana, Sri Baduga kemudian dibesarkan oleh kakeknya yang bernama Niskala Wastu Kancana ketika beliau menjadi raja Kerajaan Sunda yang memerintah selama 104 tahun, dari tahun 1371 sampai dengan 1475. Keratonnya dikenal dengan sebutan Keraton Surawisesa yang terletak di pusat kerajaan Kawali.
Kerajaan Sunda membawahi sejumlah kerajaan kecil di daerah-daerah : Kerajaan Sindangkasih (Majalengka), Kerajaan Saunggalah (Kuningan), Kerajaan Japura, Kerajaan Singapura (Cirebon), Kerajaan Pakuan (Bogor).
Niskala Wastukancana adalah kakek dari Sri Baduga Maharaja sedangkan ayah beliau bernama Dewa Niskala/Ningrat Kancana/Jayaningrat/Tohaan di Galuh. Beliau menjadi raja Kerajaan Sunda selama 7 tahun dari 1475 sampai 1482. Pusat kerajaannya berada di Galuh, Dewa Niskala memang kurang populer dikarenakan beliau menjadi raja yang tidak lama, dan kena "sanksi adat" karena "keuna ku kalawisaya" (ngalakukeun gawe hianat) berupa menikahi istri larangan.itulah sebabnya pengasuhan Sri Baduga diambl alih oleh kakeknya, Kebesaran Sri Baduga di masa-masa selanjutnya adalah berkat asuhan dan didikan kakeknya, bahkan dalam beberapa hal dalam menjalankan pemerintahan meniru kakeknya.

Sepenggal Silsilah

Karir politik Sri Baduga Maharaja diawali sebagai ratu di kerajaan Sindangkasih dan kerajaan Pakuan, ketika berkuasa di Sindangkasih Sri Baduga Maharja Menikah dengan Nyi Mas Ambetkasih.
Kemudian pada tahun 1422 Sri Baduga Maharaja menikah dengan Nyi Mas Subanglarang berputra tiga anak yaitu : Raden Walangsungsang (Lahir 1423), Nyi Mas Rarasantang (Lahir 1426), dan Raden Rajasengara (Lahir 1428). Raden  Walangsungsang dan Nyi Mas Rarasantang lahir di Singapura (Cirebon) dan Raden Rajsengara lahir di Pakuan.

Sri Baduga Maharaja pindah ke Pakuan pada tahun 1427  dan di Pakuan Sri Baduga diangkat menjadi Ratu mewarisi tahta dari uwa nya, Prabu Susuktunggal - selama 55 tahun (1427-1482) selanjutnya  dari tahun 1482 sampai 1521 Sri Baduga Maharaja menjadi Maharaja Kerajaan Sunda dan pada saat inilah pusat kerajaan berpindah dari Kawali (Ciamis) ke Pakuan Pajajaran (Bogor).
Sejak itulah nama kerajaan dikenal dengan Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran. Di Pakuan Sri Baduga Maharaja menikahi Nyi Mas Kentring Manik putri dari Prabu Susuktunggal  (uwanya) dan dari pernikahan inilah Sri Baduga Maharaja dikaruniai anak putra bernama Raden Surawisesa.

Berdasarkan sumber tradisional (cerita rakyat, cerita lisan) disebutkan istri Sri Baduga itu berjumlah seratus lima puluh punjul hiji. Akan tetapi yang terkenal dalam sejarah setidaknya disebut tiga saja. yaitu Nyi Mas Ambetkasih (Puteri Raja Sindangkasih), Nyi Mas Subanglarang (Puteri Raja Singapura, Ki Gedeng Tapa/Ki Jumanjan Jati), dan Nyi Mas Kentring Manik Mayang Sunda (Puteri Prabu Susuktunggal Ratu Kerajaan Pakuan pamannya Sri Baduga).

Hal yang paling kontroversial tentang Sri Baduga adalah wafatnya, kapan, dimana tidak ada yang tahu dengan jelas, adapun kuburannya banyak pihak yang mengklaim sehingga makamnya tersebar di Tatar Sunda. Untuk mengakomodasi kontroversial ini , sebagian pakar menggunakan dua istilah yang berbeda makna : makam dan kuburan, Makam mengacu pada pemahaman "tilem" , pernah menginjakan kaki di suatu daerah tertentu atau meninggalkan benda pusaka disuatu daerah tertentu,  Dengan pengertian seperti ini bisa dipahami bila"makam" Sri Baduga itu banyak karena tempat yang pernah disinggahinya banyak. Adapun "kuburan" mengacu pada pengertian tempat jasad dikuburkan.

Oleh karena itu ,kuburan Sri Baduga "harus" satu,tidak boleh lebih.Dalam Carita Parahyangan disebutkan bahwa Sri Baduga (Prabu Siliwangi) dikuburkan di Rancamaya , Bogor . Dalam naskah itu dituturkan Sri Baduga sebagai Sang mwaktu ring Rancamaya(nu sumare di Rancamaya).


Sri Baduga Maharaja Dijuluki Prabu Siliwangi

Saya beranggapan bahwa orang sepakat akan akan keberadaan Sri Baduga Maharaja sebagai tokoh sejarah. Berbeda halnya terhadap Prabu Siliwangi. Masih ada orang yang beranggapan bahwa Prabu Siliwangi adalah tokoh yang disakralkan dan menjadi mitos.
Siliwangi berasal dari kata asilih wewangi yang berarti ganti nama atau ganti ngaran, Dalam bahasa sunda(kuna), nama (ngaran) sering disebut juga wawangi. Istilah wawangi hanya digunakan untuk seorang tokoh terkenal dan punya nama harum. Secara historis Prabu Jayadewata memang berganti nama (asilih wewangi, silihwangi, Siliwangi). Pergantian nama ini terjadi ketika pelantikan yang kedua kalinya. Semula bernama Prabu Guru Dewataprana , ketika dilantik jadi Raja Agung Kearajaan Sunda Pakuan Pajajaran diganti lagi menjadi Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di  Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata Pergantian nama ini diabadikan ada Prasasti Batu Tulis yang berbunyi :
 
"Ini Sasakala. Prabu Ratu purane pun diwastu diya wi ngaran Prabu Guru Dewataprana diwastu diya di ngaran Sri Baduga Maharaja Ratu Aji di Pakwan Pajajaran Sri Sang Ratu Dewata"


Mengapa nama Sri Baduga atau Prabu Siliwangi demikian terkenal jauh melebihi sama-sama Raja Kerajaan Sunda lainnya. terkesan seolah-olah Raja Kerajaan Sunda itu identik dengan Sri Baduga atau Prabu Siliwangi? kenyataan ini bisa dipahami sebab Raja Kerajaan Sunda Pakuan Pajajaran yang paling lama memerintah dan paling berhasil adalah Sri Baduga Maharaja. Raja-raja sesudahnya sangat menurun , misalnya saja , setelah Sri Baduga Moksa kedudukannya diganti oleh putranya Surawisesa, pada masa ia memerintah selama 14 tahun (1521 - 1535), tidak kurang dari 15 kali peperangan terjadi. Raja-raja setelah Surawisesa makin merosot lagi kwalitasnya,selanjutnya kerajaan makin melemah karena perang hampir setengah abad terjadi. hingga akhirnya Kerajaan Sunda runtag pada masa Kerajaan Sunda dipimpin oleh Nursiya Mulya (1567-1579).
Sejak masa Surawisesa Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi sudah dipuji-puji jasa dan kebesarannya . Oleh generasi yang kemudian pujian kepada Sri Baduga atau Prabu Siliwangi makin besar bahkan banyak hal dari kehidupannya yang dimitoskan. Setelah periode Sri Baduga Maharaja Sunda tidak pernah bangkit lagi. Dengan demikian bisa dipahami jika segala kebanggaan dan harga diri KaSundaan disandarkan kepada Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi.
Nama Prabu Siliwangi disebut juga dalam beberapa sumber (naskah), di antaranya dalam Sanghyang Siksa KandangKaresian (1518), Carita Parahyangan (akhir abad XVI, Naskah Wangsakerta (akhir abad XVII), Carita Purwaka Caruban Nagari (1720), dan Babad Siliwangi.
Selain itu ada semacam memory collective di kalangan masyarakat Tatar Sunda. yang turun menurun , mengenai tokoh Prabu Siliwangi. Oleh karena itu  Prabu Siliwangi menjadi semacam "accepted history". Ekplisitas dalam naskah-naskah dan sikap-sikap kultural masyarkat turut mempengaruhi tumbuhnya memory collective itu dalam pikiran dan emosi manusia Sunda, yang pada akhirnya jadi fakta mental dan fakta sosial yang menguatkan sikap dan keyakinan akan eksistensi Prabu Siliwangi.
Begitu pula adanya catatansilsilah merupakan sumber lain yang makin menguatkan keyakinan bahwa Prabu Siliwangi itu ada. Silsilah Raja-raja Cirebon , misalnya, selalu mengaitkan leluhurnya pada Prabu Siliwangi. Silsilah seperti itu bukan muncul baru-baru ini, tapi turun temurun dari generasi yang paling tua. Kenyataan ini makin menguatkan sandaran pendapat bahwa Prabu Siliwangi itu ada sebagai tokoh sejarah.

Penutup.

Kerajaan Sunda/Pajajaran adalah fakta sejarah. Demikian juga Sri Baduga Maharaja, beliau adalah tokoh sejarah, bukan dongeng, bukan Mitos. Keberadaan Kerajaan Sunda dan Sri Baduga Maharaja didukung oleh banyak sumber, mulai dari lisan, tulisan, hingga sumber Prasasti. Dan Nama Prabu Siliwangi adalah Julukan untuk Sri Baduga Maharaja.

Cag....
  





Baca Selengkapnya